Ilustrasi, sumber: kabarpublik.com |
Sejak tahun 2000 saya sering bersamanya. Ia menyemangati diriku agar
siap baik fisik maupun mental untuk dapat bersamanya nanti di Akademi Militer
(Akmil). Hasilnya, saya selalu berolah raga untuk mencapai standar fisik yang
diperlukan dalam tes nantinya dan juga mencari informasi tentang pendidikan
Akmil dari teman-teman mengenai apa yang akan dihadapi dan bagaimana melaluinya.
Hal utama yang menjadikan hari-hariku penuh semangat menyelesaikan pendidikan
menengah atas adalah janji dari keluarga yang akan menyokong penuh keinginanku
untuk menjadi anggota militer. Selalu saja terbayang diri ini memakai setelan
seragam yang gagah bila nanti telah lulus dari sekolah itu, akan membuat
terbelalak mata orang-orang juga merontokan hati para wanita yang pernah
menolakku jadi pacarnya. Akh, khayalan anak muda.
Keadaan berubah cepat, dua tahun kemudian tiba-tiba saja keluarga besar
memberikanku tugas berat yang mengharuskanku untuk selalu berada di rumah. Saya
tidak menanyakan sebabnya mengapa karena keadaan telah membuatku paham dengan
kondisi yang sedang kami hadapi. Dengan sikap kesatria saya menerimanya, walau
sebagai remaja rasanya amanah itu berat karena belum pernah melalui hal seperti
itu di masa lalu. Terpikir olehku akan ada waktunya mewujudkan impian.
Sampai hampir habis masa untukku dalam menggapai cita-citaku, saya masih
terjebak dalam tugas mulia pemberian keluarga. Dengan berat hati terpaksa saya
putuskan untuk “membunuh” cita-citaku sendiri menjadi Tentara Komando Pasukan
Khusus (Kopassus).
Tentara Kopassus Sedang Berparade, Sumber: garudamiliter.blogspot.com |
Pasukan Khusus Penembak Jitu (Sniper) Berparade, Sumber: www.kaskus.co.id |
Tahukah anda, semangat menjadi anggota Kopassus telah begitu
mendarah dalam diriku. Mengenang sosoknya dengan ajaib dapat memberiku semangat
untuk melalui masalah-masalah yang selalu kuhadapi. Saya selalu ingat,
bagaimana Kopassus selalu dapat menyelesaikan masalah sesulit, se-imposible apapun, sugestinya “berani, benar, berhasil” itulah yang
membentuk keyakinanku.
Saya berpikiran baik dengan jalan hidupku, kenyataannya tidak sesuai
dengan harapan. Kepercayaan bahwa Tuhan memberi ruang yang lebih baik dan tidak
menuruti keinginanku dahulu telah terlihat saat ini. Mungkin saja hidupku tidak
lebih baik menjadi tentara. Kita manusia hanya bisa berdoa dan berusaha, tetapi
Tuhanlah yang menentukannya.
Suatu Siang di
Kampus IPB,
Sembari menunggu
Dosen di ruang kuliah.
Dramaga, 25
Maret 2014
Tulisan ini juga dipublikasikan di Rauda Aspal Buton
Tidak ada komentar:
Posting Komentar