Selasa, 25 Maret 2014

Pengalamanku Pertama Kali Membunuh


Ilustrasi, sumber: kabarpublik.com

Sejak tahun 2000 saya sering bersamanya. Ia menyemangati diriku agar siap baik fisik maupun mental untuk dapat bersamanya nanti di Akademi Militer (Akmil). Hasilnya, saya selalu berolah raga untuk mencapai standar fisik yang diperlukan dalam tes nantinya dan juga mencari informasi tentang pendidikan Akmil dari teman-teman mengenai apa yang akan dihadapi dan bagaimana melaluinya. Hal utama yang menjadikan hari-hariku penuh semangat menyelesaikan pendidikan menengah atas adalah janji dari keluarga yang akan menyokong penuh keinginanku untuk menjadi anggota militer. Selalu saja terbayang diri ini memakai setelan seragam yang gagah bila nanti telah lulus dari sekolah itu, akan membuat terbelalak mata orang-orang juga merontokan hati para wanita yang pernah menolakku jadi pacarnya. Akh, khayalan anak muda.

Keadaan berubah cepat, dua tahun kemudian tiba-tiba saja keluarga besar memberikanku tugas berat yang mengharuskanku untuk selalu berada di rumah. Saya tidak menanyakan sebabnya mengapa karena keadaan telah membuatku paham dengan kondisi yang sedang kami hadapi. Dengan sikap kesatria saya menerimanya, walau sebagai remaja rasanya amanah itu berat karena belum pernah melalui hal seperti itu di masa lalu. Terpikir olehku akan ada waktunya mewujudkan impian.

Sampai hampir habis masa untukku dalam menggapai cita-citaku, saya masih terjebak dalam tugas mulia pemberian keluarga. Dengan berat hati terpaksa saya putuskan untuk “membunuh” cita-citaku sendiri menjadi Tentara Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Tentara Kopassus Sedang Berparade, Sumber: garudamiliter.blogspot.com

Pasukan Khusus Penembak Jitu (Sniper) Berparade, Sumber: www.kaskus.co.id

 Tahukah anda, semangat menjadi anggota Kopassus telah begitu mendarah dalam diriku. Mengenang sosoknya dengan ajaib dapat memberiku semangat untuk melalui masalah-masalah yang selalu kuhadapi. Saya selalu ingat, bagaimana Kopassus selalu dapat menyelesaikan masalah sesulit, se-imposible apapun, sugestinya “berani, benar, berhasil” itulah yang membentuk keyakinanku.

Saya berpikiran baik dengan jalan hidupku, kenyataannya tidak sesuai dengan harapan. Kepercayaan bahwa Tuhan memberi ruang yang lebih baik dan tidak menuruti keinginanku dahulu telah terlihat saat ini. Mungkin saja hidupku tidak lebih baik menjadi tentara. Kita manusia hanya bisa berdoa dan berusaha, tetapi Tuhanlah yang menentukannya.


Suatu Siang di Kampus IPB,
Sembari menunggu Dosen di ruang kuliah.
Dramaga, 25 Maret 2014
Tulisan ini juga dipublikasikan di Rauda Aspal Buton

Tidak ada komentar:

Posting Komentar