Sumber: lintasriau.com & tempo.com |
Pada tanggal 14 Maret 2014 yang lalu, Megawati Sukarno Putri sebagai
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) mengeluarkan
Surat Perintah Harian yang ditujukan kepada Seluruh Rakyat Indonesia agar
mendukung Bapak Joko Widodo sebagai Calon Presiden dari Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan. Liputan media massa yang luas hari itu tidak hanya
memupuk kredibilitas Jum’at keramat bagi sebagian orang yang biasanya langsung
ditahan KPK karena tersandung kasus korupsi, tetapi juga menjadi petir di siang
bolong penuh dengan suara guntur yang menggoncangkan konstelasi perpolitikan
menuju kursi RI 1.
Sumber: yahoo.com |
Sumber: tangerangpos.com |
Bagaimana tidak, Joko Widodo yang sejak berbulan-bulan silam, yang masih
seusia jagung menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan tidak pernah menyatakan
diri ingin menjadi presiden RI, oleh lembaga survey digadang-gadang menjadi
kandidat Presiden RI dengan tanpa kejelasan pintu partai padanya tetapi dalam
berbagai poling sudah menempati posisi teratas, jauh menungguli kandidat
presiden yang lainnya yang telah lama mendeklarasikan diri dan menghambur
milyaran rupiah demi pencitraan, aksetabilitas, dan elektabilitas. Kiranya
hanya sosok yang sangat siap untuk berdarah-darah yang dapat menjadi pesaing
Jokowi atas kondisi demikian.
Surat Megawati ditanggapi beragam tetapi tentu saja hangat. Ada pihak
yang menganggapnya tidak akan mengganggu pencalonannya hingga merasa dirugikan
atau lebih tepatnya dikhianati. Apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana bisa
Megawati sebagai sosok negarawan mengambil sikap yang oleh kalangan terbatas
dianggap sebagai langkah yang tidak elok
dalam dunia politik?
Rahasianya terletak pada 09 April 2014. Pada saat itu rakyat dipastikan
akan mendatangi bilik suara dan memberikan pilihannya pada caleg dengan
seperangkat konsekuensi kepada partai yang nantinya akan mengusung calon
presiden. PDI Perjuangan saat ini memiliki sosok yang sedang dieluk-elukan dan
digadang-gadang menggantikan SBY sebagai pemimpin negara. Sosok itu memiliki
pribadi yang sangat sederhana dan tanpa sempat diperhitungkan sebagai magnet
yang kuat, dengannya popularitas menjadi semakin melejit terlebih kepada partai
yang membesarkannya.
Maka kesia-siaanlah jika PDI Perjuangan tidak memanfaatkan momen ini,
apalagi jika langsung mendukung Prabowo sebagai Calon Presiden, bisa jadi
rakyat akan antipati kepada PDI Perjuangan dan berdampak pada signifikansi
penurunan suara PDI Perjuangan sementara itu menjadi salah satu modal penting
dalam Pilpres. PDI Perjuangan harus mahir melihat situasi, yang dengannyalah ia
menjual Jokowi dan rakyat diharapkan membelinya dengan memilih PDI Perjuangan
pada Pileg ini.
Sumber: hariansib.com |
Sementara Prabowo dengan momen kampanye dalam kurun waktu tiga minggu
menggunakan “Batu Tulis” sebagai materi kampanye yang ia juga harapkan akan
semakin meningkatkan popularitas partainya dan juga dirinya sebagai sosok yang
terzalimi oleh Sisa Kekuasaan Orde Baru, Mantan Presiden Habibie, Kasus
Penculikan Aktivis 1998, Golkar, dan juga oleh Megawati sendiri.
Dalam politik semuanya bisa saja terjadi, dan kehati-hatian akan lidah
yang tak bertulang sepatutnya senantiasa dipelihata. Cerita boleh saja berubah
nantinya manakala PDI Perjuangan mampu memberikan alasan yang dapat diterima
oleh rakyat mengapa tiba-tiba beralih tidak jadi melanjutkan pencalonan Jokowi
di Pilpres 2014.
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar