Hari Khamis kemarin malam (03 April 2014) Joko Widodo bertandang ke
kediaman musisi legendaris Nusantara, Iwan Fals di kawasan Tapos Depok Jawa
Barat. Walaupun kedatangannya ditepis oleh Jokowi sebagai laku silaturrahmi,
namun jika mau jujur dengan rasionalitas dan kalkulasi berpikir politik tentu
tidak dapat menyembunyikan tanda tanya dan mendeteksi tendensi, mengapa
bersilaturrahmi ke tokoh se-kharismatik “Bang Iwan”.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Iwan Fals bukanlah pemusik yang
lahir kemarin sore dan tenar di hari ini. Ia simbol perlawanan rakyat kecil
atas kerasnya kehidupan di masa lampau (orde baru) yang tidak menginginkan
rakyatnya berkata lugas jujur dengan kenyataan. Musik-musik yang dinyanyikannya
sebenarnya merupakan orasi ptotesnya dengan suara kebebasan yang dibelenggu oleh
rezim, dan ia berani melakukan itu dengan taruhan jeruji besi dan ladenan
penembak misterius (petrus), saat aktivis-aktivis penyeru demokrasi hilang
diculik ia tetap tegar dengan alunan gitar dan suara harmonikanya hingga
membangunkan “semut kuning reformasi” tahun 1998 yang menggulingkan kekuasaan
Soeharto dari “kursi empuknya”.
Sangat mungkin Jokowi sedang
menjajal Iwan Fals untuk mendampinginya kelak (jika Tuhan dan rakyat
mengizinkan) sebagai Wakil Presiden, mengingat Bang Iwan juga merupakan tokoh
kesayangan rakyat yang memiliki tingkat aksetabilitas dan elektabilitas yang
tidak bisa dianggap remeh. Bila Jokowi dan Iwan Fals benar berpasangan, bisa jadi
mereka akan mendapat dukungan besar dari masyarakat luas yang telah letih
dengan opera yang dipertunjukan para politisi yang gemar mengumbar janji manis
namun berkenyataan pahit. Jika Bang Iwan menjadi simbol wong cilik dalam dunia musik,
maka Jokowi menjadi simbol perlawanan rakyat atas kemapanan kaum kapitalis
dalam dunia politik. Mungkinkah simbol musik dan politik wong cilik ini
dapatkah bersatu menjadi Dwi Tunggal di negeri ini? Kita nantikan saja
perkembangan selanjutnya dari Jokowi dan Iwan Fals.
Tulisan Terkait
Lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar